Tradisi ini pertama kali dibawa masuk ke Bengkulu oleh para pekerja asal Bengalih, India berabad - abad silam. Ada 9 tahapan ritual yang intinya adalah mengumpulkan kembali potongan-potongan tubuh Husien yang dicincang Yazid.
Tradisi dimulai dengan ritual mengambil tanah di Pantai Nala. Kemudian duduk penja. Setelah semalam suntuk mengikuti ritual menjara, esok malamnya tanggal 7 Muharam, kembali Kami turun ke jalan untuk melihat langsung ritual mengarak penja.
Berbeda dengan menjara, tidak ada gegap gempita. Mengarak penja yang sudah didudukan dalam keranda ini hanya dilakukan anak muda yang memikul Tabot kecil berisi penja. Atau benda yang diibaratkan potongan tangan Husien dan mereka mengaraknya keliling kampung. 17 kelompok mengarak Tabot kecil mereka menuju Lapangan Merdeka.
Disini ke 17 Tabot yang diusung dari kampung masing-masing melakukan soja atau penghormatan dengan dua Tabot kecil yang statusnya di tuakan.
8 Muharam. Ada sesajian khusus untuk mengarak sroban yakni nasi kejri. Nasi yang dibuat dari campuran beras dan kacang hijau, serta sesajian sayur 7 rupa.
Setelah mengarak jari-jari, kini ritual mengarak bagian kepala Husien atau arak seroban. Dari pengamatana Kami, dua kelompok Tabot yang melakukan persiapan khusus untuk ritual ini. Seroban yang akan diarak berupa kain putih yang dilipat menyerupai bentuk kepala Husien yang dipengal Yazid.
Kendati hanya persiapan, Kami melihatnya sebagai sebuah ritus rumit dan sangat sakral. Setelah seroban disimpan di Gerga, sesajian dikeluarkan sebagai wujud syukur. Namun kali ini ada warga yang berebut seperti dalam prosesi duduk penja. Sehingga Kamipun bisa turut mencicipinya.
Malam pun tiba. Mengarak seroban dimulai dengan memindahkan jari-jari serta seroban atau kepala Husien kedalam Tabot kecil. Barisan Tabot kecil berisi seroban dan penja kembali melakukan penghormatan pada Tabot tua. Ritual ini pada intinya ingin memberitahu kepada masyarakat, bahwa bagian kepala dan jari-jari Husien telah ditemukan.
Apa sebenarnya Tabot. Benda inilah yang sebenarnya paling penting dalam upacara ini. Tabot berarti kotak kayu atau peti. Konon kabarnya, menurut cerita para leluhur ketika Husien Bin Abi Thalib tewas dalam perang, turun sebuah bangunan kotak mirip masjid yang menutupi tubuh Husien. Lalu mengangkat jasadnya ke langit.
Saat Kami tiba di Bengkulu, sebagian warga yang menyambut perayaan ini sibuk membangun Tabot. Kami mampir kesalah satu rumah warga untuk mengetahui bagaimana Tabot dibuat.
Bagi warga disini, Tabot tidak hanya ritual yang sakral, namun pesta rakyat. Salah satu warga yang Kami temui adalah Wasnafiah. Sebagai suami dari keturunan Tabot Imam sejak awal Januari keluarganya sudah membuat Tabot yang tingginya 8 meter ini. Setiap upacara Tabot ia selalu membuat sebuah Tabot sakral dan Tabot pembangunan.
Biaya pembuatan ini tentu saja tidak kecil. Tak jarang mereka harus menyisihkan dana khusus setiap tahun untuk membuat Tabot. Tabot sakral yang akan ikut perayaan Tabot kali ini hanya 17 buah.
Sesuai dengan jumlah kelompok keturunan Tabot saat ini. Bentuk Tabot sakral sangat khusus, simetris dan tidak memiliki anak. Karena kesakralannya, Tabot ini hanya boleh dibuat dari pelepah rumbia dan bambu.
Konon zaman dulu, warna Tabot dan pernak pernik pada Tabot sakral juga harus sesuai dengan permintaan leluhur yang datang melalui mimpi. Namun bentuknya juga mirip masjid.
Tabot Naek Pangkek
Dua hari menjelang puncak upacara Tabot, warga Bengkulu seolah berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan Tabot. Rupanya waktu sebulan bagi mereka belum cukup untuk menghias Tabot, seolah masih saja ada yang kurang.
Warga disini membuat dua macam Tabot. Tabot sakral dan pembangunan yang sifatnya hanya meramaikan saja. Hari ini sebagian warga bersiap melakukan prosesi Tabot Naek Pangkek. Yakni menyempurnakan kembali Tabot yang mereka buat dengan menyambungkan bagian bawah dengan puncak Tabot.
Kesibukan Kami lihat saat di rumah salah satu warga yang membuat Tabot Imam Kampung Batu. 99 persen Tabot sakral yang mereka buat hampir selesai. Bagian puncak yang harusnya selesai dipasang di siang hari, ternyata sudah lebih dulu mereka kerjakan dengan alasan untuk mengejar waktu.
Tabot terdiri dari tingkatan dengan satu puncak. Untuk menghindari kabel listrik di jalan, puncak Tabot setinggi 8 meter ini diikatkan tali, sehingga sewaktu-waktu bagian puncak bisa ditundukan.
Ini adalah Tabot sakral mirip Tabot Imam Pasar Melintang. Bentuknya agak lebih berbeda dengan Tabot sakral lain. Saat ini Tabot sakral sedang menunggu saat untuk prosesi Naek Pangkek. Sebelum prosesi, Imam memindahkan lebih dulu penja, tanah dan seroban dari Tabot yang lebih kecil kedalam Tabot sakral ini.
Sesudah Naek Pangkek, Tabot yang sudah berisi dan indah dipandang inipun diarak menuju Lapangan Merdeka dengan diiringi bunyi-bunyian dol dan talsa. Ini dinamakan arak gedang.
Arak-arakan ini beraknir di Lapangan Merdeka. Tabot sakral dan Tabot pembangunan ditaruh berjejer ditempat terpisah hingga seluruh Tabot lengkap. Tabot ini dibarikan pershaf atau disebut Tabot bersanding.
Kami merasakan suasana di lapangan Merdeka menjadi semarak bak pasar malam. Tabot pembangunan dengan berbagai kreasi seperti kuda terbang dan bunga raflesia raksasa ikut meramaikan suasana dan mendapat perhatian dari masyarakat.
Kesempatan ini dimanfaatkan masyarakat untuk berfoto bersama keluarga didepan Tabot. Pada malam ini juga akan ada juri yang memberi penilaian pada Tabot. Dan yang dinilai bagus akan menjadi pemenangnya.
Tabot Tebuang
Puncak perayaan upacara Tabot akhirnya tiba. Setelah 9 hari rangkaian upacara berlangsung, esoknya dilakukan ritual Tabot Tebuang. Tabot Tebuang adalah ritual menguburkan kembali potongan - potongan tubuh Husien Bin Ali Bin Abi Thalib.
Pukul 9 pagi. 17 Tabot sakral yang berada di Lapangan Merdeka dibawa masuk satu persatu memasuki Gedung Daerah. Diperlukan 7 hingga 8 orang untuk mendorong gerobak yang membawa Tabot sebesar ini.
Pawai pun dimulai. Berada di barisan paling depan adalah para Imam Tabot. Disusul pembawa jari-jari dan Tabot sakral. Tabot Panglima ini ibarat panglima perang yang memimpin pasukan. Dibelakangnya Tabot Bangsal, Tabot Imam dan tabot yang lain.
Hari ini Kami baru bisa melihat dengan jelas beragam bentuk Tabot yang dibuat warga selama sebulan penuh. Sebagian Tabot sengaja dibuat untuk menghindari kabel listrik yang melintang di jalan.
Ritual ini menyedot perhatian warga Bengkulu. Dalam sekejap jalanan di kota ini semarak dengan barisan Tabot dengan beragam warna dan bentuk. Selain Tabot Sakral, turut dalam pawai ini 80 tabot pembangunan atau Tabot versi pemerintah yang dibuat untuk meramaian upacara ini.
Sekitar 3 kilometer perjalanan yang harus Kami tempuh, teriknya matahari memaksa Kami dana peserta pawai harus memperlambat jalan untuk menghemat tenaga. Ritual ini seolah mengambarkan perjalanan Tabot menuju Padang Karbala. Yakni medan pertempuran dimana Husien Bin Ali bin Thalib bertarung dengan pasukana Yazid.
Arak-arakan berhenti sesaat untuk melakukan sholat Dzuhur. Barisan Tabot berubah. Tabot Panglima berpindah ke barisan ketiga dan Tabot Imam kini berada di barisan depan. Para imam melakukan penghormatan kepada Salmah, nenek berusia 95 tahun yang menjadi juru kunci gerbang.
Ia konon keturunan kelima Syah Bedar Abdullah. Tanpa ijin dia, Tabot tidak bisa masuk. Dialog yang dilakukan kedua tokoh ini adalah usaha untuk meluruskan bila ada kesalahan saat upacara berlangsung. Terkadang terjadi perang urat syaraf, karena masing-masing mempertahankan pendapat.
Rombongan Tabot akhirnya diijinkan masuk ke lokasi yang berisi 3 makam tua. Tabot akhirnya tiba di tempat yang di tuju yakni lokasi pemakaman Imam Sengolo, tokoh Tabot asal Bengala, India yang memperkenalkan dan melestarikan upacara ini.
Kami diberitahu bahwa wanita kemasukan roh leluhur. Kami mulai merasakan suasana mistis. Penja dan seroban yang diibaratkan telapak tangan dan kepala Husien diletakkan di makam.
Bau kemenyan menambah kental suasana mistis. Penja dan seroban akan dibawa pulang kembali, hanya tanah yang diambil di awal upacara dikubur di lokasi ini.
Lokasi ini seolah juga menjadi pemakaman Tabot Sakral. Tabot yang dibuat selama sebulan penuh dibuang disini. Konon dahulu, Tabot dibuang ke jurang. Namun situasi saat ini sudah tidak memungkinkan.
Pembuangan Tabot ini adalah sebuah satir kepada kaum Yazid dan Bani Umayah yang rela membuang keimaman mereka demi kekuasaan. Tuntas sudah jalannya upacara selama 10 hari. Kami merasakan lelahnya mengikuti jalannya upacara ini. Namun sekaligus memuaskan.